Earl C. Willer menyampaikan kisah tentang dua orang pria yang bermain bersama sejak kanak-kanak sehingga menjadi sahabat karib. Walaupun Jim sedikit lebih tua daripada Philip dan sering mengambil peran sebagai pemimpin, mereka mengerjakan segalanya bersama-sama. Mereka bahkan ke SMU dan perguruan tinggi yang sama.
Sesudah lulus kuliah, mereka memutuskan untuk masuk menjadi mariner. Melalui serangkaian keadaan yang unik, mereka berdua akhirnya dikirim ke Jerman. Di sana mereka berjuang bahu membahu dalam salah satu perang terburuk dalam sejarah.
Pada suatu hari yang panas terik selama suatu pertempuran yang sengit, di tengah tembak-menembak yang gencar, pengebomamn, dan dalam keadaan terjepit, mereka diberi perintah untuk mundur. Sementara para prajurit berlarian mundur, Jim menyadari bahw Philip belum kembali bersama yang lain. Perasaan panic mencengkam hatinya. Jim tahu bahwa jika Philip tidak segera kembali, maka ia pasti tidak akan selamat.
Jim memohon kepada perwira komandannya agar ia diizinkan pergi mencari sahabatnya, tetapi dengan marah, komandannya menolak permintaan itu, dan mengatakan tindakan itu sama saja dengan bunuh diri.
Dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri, Jim tidak mematuhi larangan tersebut dan pergi mencari Philip. Dengan jantung berdebar, sambil berdoa, dan terengah-engah, ia berlari menembus hujan tembakan, berseru memanggil nama Philip. Tidak lama kemudian, peletonnya melihat Jim terhuyung-huyung menyeberangi medan perang sambil menggendong tubuh yang lunglai.
Komandan Jim memarahinya, meneriakkan bahwa tindakannya Cuma pemborosan waktu berisiko besar.
“Temanmu sudah mati,” ia menambahkan, “dan tidak ada yang dapat kamu berbuat.”
“Tidak Pak, Anda salah,” jawab Jim. “Saya tiba di sana tepat pada waktunya. Sebelum ia meninggal, kata-kata terakhirnya adalah, “Aku tahu kamu pasti datang.”
(gw pertama kali tau novel ini kls 1 smp. dan gw nyari nyari terus sampe skrg baru ketemu! slh satu cerpen plg bgs yg pernah gw baca. paling bikin merinding! hahaha)
Sesudah lulus kuliah, mereka memutuskan untuk masuk menjadi mariner. Melalui serangkaian keadaan yang unik, mereka berdua akhirnya dikirim ke Jerman. Di sana mereka berjuang bahu membahu dalam salah satu perang terburuk dalam sejarah.
Pada suatu hari yang panas terik selama suatu pertempuran yang sengit, di tengah tembak-menembak yang gencar, pengebomamn, dan dalam keadaan terjepit, mereka diberi perintah untuk mundur. Sementara para prajurit berlarian mundur, Jim menyadari bahw Philip belum kembali bersama yang lain. Perasaan panic mencengkam hatinya. Jim tahu bahwa jika Philip tidak segera kembali, maka ia pasti tidak akan selamat.
Jim memohon kepada perwira komandannya agar ia diizinkan pergi mencari sahabatnya, tetapi dengan marah, komandannya menolak permintaan itu, dan mengatakan tindakan itu sama saja dengan bunuh diri.
Dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri, Jim tidak mematuhi larangan tersebut dan pergi mencari Philip. Dengan jantung berdebar, sambil berdoa, dan terengah-engah, ia berlari menembus hujan tembakan, berseru memanggil nama Philip. Tidak lama kemudian, peletonnya melihat Jim terhuyung-huyung menyeberangi medan perang sambil menggendong tubuh yang lunglai.
Komandan Jim memarahinya, meneriakkan bahwa tindakannya Cuma pemborosan waktu berisiko besar.
“Temanmu sudah mati,” ia menambahkan, “dan tidak ada yang dapat kamu berbuat.”
“Tidak Pak, Anda salah,” jawab Jim. “Saya tiba di sana tepat pada waktunya. Sebelum ia meninggal, kata-kata terakhirnya adalah, “Aku tahu kamu pasti datang.”
(gw pertama kali tau novel ini kls 1 smp. dan gw nyari nyari terus sampe skrg baru ketemu! slh satu cerpen plg bgs yg pernah gw baca. paling bikin merinding! hahaha)
0 comments:
Post a Comment